PALEMBANG – TEROPONGSUMSEL.COM Perjalanan panjang itu dimulai dari sebuah kota kecil nan sejuk di Jawa Tengah, Salatiga. Seorang pria sepuh bernama Pak Tono memutuskan merantau jauh, menumpang travel menuju Kota Palembang, Sumatera Selatan. Bukan untuk berwisata, bukan pula untuk urusan pekerjaan, melainkan demi satu tujuan yang sangat mulia: mencari anaknya yang sudah lama tak pernah ia temui. Kamis (3/10/2025)
Dengan berbekal alamat lama dan kabar samar, Pak Tono meyakini bahwa anaknya masih tinggal di kawasan Kertapati, Palembang. Di dalam hati kecilnya, ia menyimpan kerinduan yang begitu besar. Bertahun-tahun ia menunggu waktu untuk bisa bertemu, bercengkerama, dan sekadar melepas rindu dengan darah dagingnya sendiri.
Namun takdir berkata lain. Sesampainya di Palembang, kabar yang didapat justru membuat hatinya runtuh. Anak yang dicarinya ternyata sudah tidak lagi tinggal di Kertapati. Menurut cerita orang-orang, sang anak kini telah berpindah ke wilayah Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin.
Lebih memilukan lagi, nomor telepon yang selama ini menjadi satu-satunya penghubung kini tak lagi aktif. Berulang kali Pak Tono mencoba menghubungi, namun hanya nada sunyi yang terdengar.
Di tengah perjalanan dengan travel, dalam kondisi hati yang kalut, Pak Tono mencurahkan isi hatinya kepada sopir travel bernama Susilo. Dengan suara bergetar, ia menuturkan kisah yang membuat siapa pun yang mendengar ikut terenyuh.
“Saya jauh-jauh dari Salatiga, Mas. Niat saya cuma satu, ingin bertemu anak saya yang sudah lama merantau di sini. Tapi sekarang saya bingung, anak saya pindah ke mana. Nomornya pun tak bisa saya hubungi lagi,” tutur Pak Tono dengan mata berkaca-kaca.
Susilo, sopir travel yang mendengarkan cerita itu, hanya bisa terdiam. Dalam hati ia merasakan betapa berat perjalanan batin seorang ayah yang tengah mencari anaknya, namun terhalang oleh jarak, waktu, dan hilangnya kabar.
Kisah Pak Tono menjadi cermin nyata tentang kerinduan seorang ayah kepada anaknya. Usia dan jarak tak menghalangi niat tulus itu. Tetapi kenyataan pahit kadang memaksa hati seorang orang tua untuk menerima bahwa tidak semua perjalanan berakhir sesuai harapan.
Meski dengan wajah yang penuh kesedihan, Pak Tono tetap berusaha tegar. Ia yakin, suatu saat nanti, di tengah luasnya Palembang dan Banyuasin, ia akan bisa kembali bertemu dengan anaknya yang lama hilang dari genggaman.
Dari kisah ini kita belajar, betapa berharganya sebuah hubungan keluarga. Bagi orang tua, anak adalah harta tak ternilai. Tidak ada jarak yang terlalu jauh, tidak ada rintangan yang terlalu sulit ketika kerinduan sudah mengetuk hati.
Namun sayangnya, di zaman modern ini seringkali komunikasi yang terputus, kesibukan, atau jarak, membuat hubungan keluarga semakin renggang. Padahal, sekadar sebuah kabar, sapaan, atau telepon singkat sudah cukup untuk menghapus rindu yang panjang.
Kisah Pak Tono mengingatkan kita semua untuk tidak pernah melupakan orang tua. Karena sejauh apa pun langkah kaki pergi, ada hati yang selalu menunggu dengan doa dan kerinduan di tempat asal.
Fitriyani